Bad 1173
Bad 1173
Bab 1173 Kebohongan
“Ada apa? Apa kamu sedang tidak enak badan, Raisa?” seru Sherin terkejut.
Rendra juga menatapnya dengan khawatir. Apa dia masuk angin karena menyalakan AC dalam suhu rendah semalam?
Hardi juga ikut merasa khawatir. Raisa menghela nafas lega dan menggelengkan kepalanya dengan malu–malu. “Tidak, saya baik–baik saja. Saya hanya selalu ingin muntah selama dua hari belakangan ini.”
Saat Sherin mendengar hal itu, otaknya mulai berputar dan dia menjerit kegirangan, “Apa mungkin kamu hamil?”
Mata Hardi juga terlihat berbinar. Apakah dia akan segera mendapatkan cucu?
Rendra diam–diam menghela nafas ‘lega, dan di saat bersamaan, bibirnya menyunggingkan senyum. Sandiwara Raisa terlihat sangat bagus. All content is property © NôvelDrama.Org.
Raisa mengabaikan tindakannya dan memilih untuk melakukan apapun untuk membuat Hardi senang. Dia tidak ingin Hardi terus–terus kesal pada Rendra karena masalah ini, jadi kabar mengenai cucunya pasti akan membuatnya tidak marah lagi.
Dia cepat–cepat meletakkan tangannya di perutnya dan berkata dengan takjub, “Saya pikir begitu, jika menghitung waktunya.”
Sherin merasa sangat senang. Dia menoleh ke arah Hardi dan berkata, “Lihatlah! Raisa sedang hamil! Kita akan punya cucu sebelum tahun ini berakhir.”
Wajah serius Hardi juga ikut menampilkan senyuman. “Itu semua berkat Raisa, meskipun itu pasti berat untuknya.”
“Saya tidak keberatan. Saya ingin segera memiliki anak bersama Rendra.” Raisa menggelengkan kepalanya dan menatap Rendra. Dia diam–diam mengedipkan matanya ke arah pria itu dan memintanya untuk tidak membongkar sandiwaranya.
“Ayo, sini. Jangan berdiri terus. Duduklah! Kita harus memberitahu Starla dan yang lainnya mengenai hal ini.” Sherin bangkit dari duduknya untuk memberitahu yang lain tentang kabar bahagia itu.
Raisa duduk di sebelah Rendra. Dia merasa sepasang matanya tengah menatapnya. Pipinya sedikit memanas, namun itu mungkin karena kebohongannya.
Pasangan tua itu pergi setelah mereka makan siang, namun sebeluin pergi, Hardi berbalik menghadap Rendra dan berkata, “Pastikan kamu menjaga Raisa dengan baik.”
Itu adalah tanda kalau dia sudah tidak marah lagi dengan hubungan mereka. Rendra mengangguk dan berjanji, “Akan saya lakukan.”
“Rendra, karena Raisa hamil, kamu harus memperhatikannya, oke?” Sherin memberi isyarat pada Rendra kalau dia harus lebih bisa mengendalikan dirinya selama beberapa bulan ke depan.
Pipi Raisa sedikit memerah. Rendra mengangguk dengan tidak nyaman dan berkata, “Saya tahu, Bu. Cepatlah masuk ke mobil!” Setelah melihat mobil itu melaju pergi, Raisa akhirnya menghela nafas lega dan menepuk dadanya. “Syukurlah mereka tidak memeriksanya lebih lanjut.”
Namun, Rendra mengacak rambutnya sebelum menjetikkan jarinya di dahinya. “Raisa, apa kamu harus berbohong seperti ini?” dia memarahinya, namun suaranya penuh dengan kasih sayang,
“Saya hanya melakukannya demi dirimu! Jadi ayahmu tidak akan marah dan kesal padamu. karena memiliki hubungan dengan saya.” Raisa mengerutkan bibirnya dan menatapnya dengan sedih. “Bibi Starla sudah memberitahu saya tentang semuanya. Apa kamu pikir kamu bisa menyembunyikannya dari saya?”
Rendra tidak bisa menjawabnya.
Sulit baginya untuk merahasiakan sesuatu dari Raisa. Dia memeluk bahunya dan bertanya, “Kamu mengkhawatirkan saya?”
Menurutmu? Bahkan Dokter Saka sampai datang. Apa lukamu terbuka lagi?” Raisa memukulnya pelan.
Rendra meraih tangannya dan menariknya ke ruang tamu. “Tidak apa–apa. Saya akan segera sembuh. Ada sesuatu yang lebih penting sekarang
“Apa?”
“Kita harus membuat bayi. Ibu saya pasti akan segera mengumumkannya pada semua orang. Jika kamu tidak hamil, maka itu akan membuktikan kalau kamu berbohong.” Tatapan mata Rendra tertuju padanya. Suaranya terdengar sedikit serak.
Sesuai perkiraan, Raisa mulai cerewet saat mendengar ucapannya. Dia memegang tangannya dan berkata, “Kalau begitu ayo cepat!“.
Rendra menatapnya tanpa bisa berkata–kata.
Raisa terkekeh. “Tidak apa–apa. kita tidak bisa melakukannya dengan terburu–buru sekarang. Kita akan melihat perkembangannya dalam beberapa hari. mereka tidak mungkin langsung membawa saya ke rumah sakit untuk diperiksa!”
“Raisa, saya tidak ingin menunggu lebih lama lagi ucap Rendra serak, dan matanya terlihat menggelap.
Namun, Raisa memikirkan lukanya dan menggelengkan kepalanya. “Tidak mau. Minggu depan saja.”
“Kamu berhutang hadiah pada saya!” ucap Rendra mengingatkannya.