Bab 1169
Bab 1169
Bab 1169 Ini orang psycho
Saat dia sedang berbicara, wanita itu sudah berhenti mengejang dan dia terbujur kaku di lantai yang dingin itu.
Sampai ajalnya menjemput pun dia masih tidak tahu mengapa dirinya yang sudah melakukan yang terbaik untuk melayani pemuda yang kaya ini akan berakhir menjadi seperti ini hidupnya!
“Oke, angkat dan buang keluar.” Ujar sang pangeran sambil melambaikan tangannya seolah sedang membuang sampah.
Beberapa orang yang ada di dekatnya segera bergegas dan membawa wanita itu keluar.
Sang pangeran duduk lagi di sofa dan semua wanita itu langsung gemetaran saat ini. Mereka semua meringkuk di salah satu sisi sofa.
“Untuk apa kalian bersembunyi di tempat yang begitu jauh? Ayo temani aku bermain poker!” ujar sang pangeran dengan marah.
Gadis
—
gadis itu sangat ketakutan sekali tetapi mereka juga tidak berani membantahnya sehingga mau tak mau mereka hanya bisa berjalan dengan gemetaran ke sisi sang pangeran.
Pada saat ini, para wanita ini tidak lagi merasakan kegembiraan seperti sebelumnya tetapi hanya rasa panik yang tiada habisnya saja.
Mereka tidak tahu kapan sang pangeran akan membunuh mereka begitu saja!
Reva mengernyitkan keningnya. Sang pangeran ini benar–benar psycho!
“Bukannya barusan kau bilang hendak bermain Texas Poker?”
“Apa artinya itu?”
Ujar Reva dengan suara rendah..
Sang pangeran melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis. Pemuda yang tampak jahat dan menawan itu berjalan menghampirinya dengan setumpuk kartu.
Sang pangeran mengocok kartu itu kemudian melemparkannya kepada Reva dengan santai “Coba kau periksa dulu?”
Reva melemparkan kembali kartu kartu itu sambil menggelengkan kepalanya: “Tidak perlu diperiksa.” © 2024 Nôv/el/Dram/a.Org.
“Kalau sang pangeran sampai mau mengutak–atik hal–hal seperti ini maka kau bukanlah seorang pangeran!”
Sang pangeran langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum: “Kau mengenalku dengan baik.”
“Aku menjadi semakin kagum kepadamu!”
Dia mengocok setumpuk kartu itu kemudian dia melemparkan semua kartu itu ke dalam kotak
kaca persis di depan mata Reva.
Ekspresi Reva tampak agak berubah. Samar – samar dia bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh sang pangeran.
“Texas Poker biasa itu sama sekali tidak menarik.”
“Ayo kita mainkan sesuatu yang lebih menarik.”
“Kartu pokernya ditempatkan disini. Masing–masing dari kita akan mengeluarkan 5 buah kartu dari dalam sini dan menarik salah satu kartu itu kemudian kita bandingkan nilai angkanya.”
“Kalau kau menang, maka aku akan membantumu untuk menyelamatkan istrimu.”
“Kalau kau kalah, hehehe, maaf saja, aku tidak bisa membantumu!”
Ujar pangeran dengan perlahan.
Ekspresi Reva tampak tenang. Dia kebal terhadap semua jenis racun, jadi bagaimana mungkin dia bisa takut dengan semua ular berbisa ini?
Namun sang pangeran kemudian berkata lagi, “Oh yah, hampir saja aku lupa, kau sendiri adalah
dewa obat.”
“Jadi aku rasa kau harus didetoksifikasi dulu.”
“Supaya adil, aku akan memberimu sebuah pil pemurni racun.”
“Pil ini dibuat sendiri oleh dokter Vincent, seorang dokter jenius di kota Amethyst. Pil ini bisa membuat semua obat penawarmu tidak berguna dalam sekejap mata.”
“Dengan begitu, kalau ular berbisa itu sampai menggigitmu maka kau juga tidak akan bisa hidup. lagi.”
“Bagaimana, apa kau berani memakannya?”
Ekspresi Reva langsung berubah. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa sang pangeran akan membuat persiapan seperti itu.
Dia pernah mendengar tentang pil pemurni racun, ini adalah pil yang cukup umum.
Namun efek dari pil ini akan membuat pil – pil lain kehilangan efeknya dalam sekejap mata.
Tadinya pil in digunakan untuk menjaga agar obat obat di dalam tubuh tidak saling berbentrokan.
Tetapi kalau pada saat ini pil itu digunakan maka itu benar–benar akan bisa menawarkan semua kekebalan Reva terhadap segala jenis racun!
Saat melihat ekspresi pangeran yang konyol itu lalu Reva menarik nafas dalam – dalam kemudian menganggukkan kepalanya dengan perlahan, “Kenapa tidak berani!”
Sang pangeran tertawa dengan keras, “Bagus!”
“Permainan ini akan menjadi lebih menarik.”
“Hahaha, ini sangat menyenangkan!”
Sang pangeran langsung melemparkan pil itu kepada Reva.
Reva mengendusnya. Itu memang pil pemurni racun biasa saja.
Tanpa ragu, dia langsung menelan pil pemurni racun itu.
“Sekarang, apa sudah bisa dimulai?”
Saat melihat Reva yang memakan pil itu dengan tanpa ragu membuat sang pangeran semakin mengaguminya.
“Reva, tak peduli nantinya kau menang ataupun kalah, kau sudah mendapatkan rasa hormatku!”
Sang pangeran berkata dengan kencang.
Reva tidak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya. Dia merasa terlalu malas untuk berbicara dengan orang psycho seperti ini.
“Siapa yang mulai duluan?”
Sang pangeran tersenyum dan berkata, “Karena kau adalah seorang tamu maka kau dulu saja yang mulai.”