Chapter 106
Chapter 106
Bab 106
“Aku?” Tracy ingin menjelaskan, tetapi Direktur Toni sudah mulai memutarkan mata dan mulut penuh busa. Tracy tidak berpikir panjang lebar lagi, bergegas menyelamatkan direktur Toni.
“Apa lagi yang ingin kamu lakukan? Cepat keluar dari sini!”.
Yuli ingin menarik Tracy, tetapi malah ditahan oleh Winnie.
Tracy menarik tangan Direktur Toni. Menahan dagu lalu memasukkan jarinya yang ramping ke dalam mulut Direktur Toni untuk mengorek chip keluar…..
“Hei, apa yang kamu lakukan? Jangan sembarangan.” Beberapa dewan direksi ketakutan, “Cepat tarik dia!”
Beberapa pengawal melihat Daniel.
“Biarkan ia mencobanya.” Daniel menatap Tracy.
“Bertahanlah, bertahanlah….”
Jari Tracy hampir meraih chip, tetapi tidak berani menggunakan tenaga menariknya, karena takut melukai tenggorokan Direktur Toni.
Direktur Toni tidak berhenti meronta karena menderita, ia tidak sengaja memukul pundak Tracy yang terluka.
Tracy menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit itu dan terus mengorek…
Di momen ini, lengan Direktur Toni mengayun ke arah leher Tracy yang terluka. Rasa sakit itu membuat Tracy gemetar, ia tidak sengaja mendorong masuk chip itu….
“Hoek…”
Direktur Toni muntah sejenak, tak lama kemudian ia tenang. Ia hanya kesulitan bernapas, tidak menderita seperti tadi. Mata dan wajahnya juga pelan-pelan kembali normal.
“Direktur Toni, kamu baik-baik saja?” Dua orang direktur lainnya bergegas mengelilinginya.
“Sudah baikan.” Direktur Toni bernapas tidak stabil. “Tadi…. ada barang… yang
tersangkut dalam tenggorokanku… Hampir saja aku matil” jawab Direktur Toni dengan lemas.
“Untung saja…. Nona ini… menyelamatkanku!”
la menunjuk ke arah Tracy, “Terima kasih!”
“Sama…. sama…” Tracy menggerakan sudut bibirnya dengan kaku, “Direktur Toni, bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah ada yang tidak nyaman?” Text property © Nôvel(D)ra/ma.Org.
Ia tahu, Direktur Toni menelan chip tadi. Selanjutnya, nasibnya sama seperti Roxy..
Daniel menatap Tracy dengan serius, matanya penuh kerumitan.
“Tidak ada, sudah baikan kok.” jawab Direktur Toni sembari menggelengkan kepala.
“Kenapa bisa ada barang di dalam kopi? Barang apa itu sebenarnya?” Seorang direktur bertanya- tanya.
“Aku akan menyelidiki masalah ini dan memberi pertanggungjawaban untuk semuanya!” ungkap Daniel. “Ryan, segera kunci semua pintu perusahaan dan periksa CCTV. Dalam satu jam harus memberiku jawaban!”
“Baik!” Ryan pergi melaksanakan perintah Daniel.
Tracy memaki dalam hati. Ada CCTV, apakah akan terekam ia memasukkan chip ke dalam kopi?
Di saat itu, Lily tiba dengan perawat. Ia memeriksa Direktur Toni dibawah perintah Daniel dan segera melapor.
“Seharusnya saat Direktur Toni minum kopi, ia menelan sebuah barang tajam dan tersangkut dalam tenggorokan. Kemudian barang itu tertelan. Mengenai barang apa itu, harus dilakukan x-ray dulu.”
“Bawa Direktur Tony x-ray ke rumah sakit, obati ia dengan baik.” perintah Daniel.
“Baik.” Lily menganggukkan kepala.
Perawat mendorong kursi roda, memapah Direktur Toni duduk.
Kedua direktur itu cemas, ikut ke rumah sakit bersamanya.
Setelah Direktur Toni meninggalkan ruang rapat, ia menoleh bebicara kepada
Daniel, “Presdir Daniel, Nona ini….”
Ia menunjuk Tracy, “Dia adalah penyelamatku, aku harap Anda tidak mempersulitnya.”
“Tenang saja!” Daniel tersenyum dingin.
Bulu kuduk Tracy bergidik, ia merasa senyum Daniel sangat menakutkan.
Setelah satu jam, Ryan memeriksa rekaman CCTV di dalam ruang rapat. “Sudah diperiksa, kopi dibuat oleh Yuli, kemudian karena takut Presdir Daniel akan melampiaskan amarah kepadanya, makanya ia meminta Tracy mengantarnya ke dalam….”
“Barang apa yang ada di dalam kopi itu?” tanya para dewan direksi.
“Ini….”
“Chip X yang hilang! Daniel mengangkat hasil x-ray yang diantarkan Lily kemari. “Aku sudah bilang, hari ini chip X pasti kembali!”
“Ah..” Semua orang tercengang. Benar-benar seperti melihat hantu.
Di dalam rumah sakit, perawat memegang pencahar membujuk Direktur Toni, “Direktur Toni, dengarkan aku. Setelah Anda meminumnya, Anda akan mengeluarkan chip itu.”
“Toni, minumlah. Seluruh nasib Sky Well ada ditanganmu, menunggumu buang air besar!”
Bibir Direktur Toni berkedut, ia ingin menangis, namun tidak bisa meneteskan air mata.