Bad 43
Bad 43
Bab 43
Tasya mendorong pintu dengan kesal dan keluar meninggalkan ruang rapat. Bajingan ini benar-benar menciumku! Beraninya dia?
Ketika kembali ke ruangannya, Tasya tiba-tiba teringat ketika terakhir kali dia bertemu dengan pria itu di di rumah sakit. Ketika dia menyelamatkan dirinya, Tasya mengatakan dia ingin berterima kasih padanya, tetapi tadi dia mengatakan bahwa dirinya berhutang pada pria itu. Jadi, apa aku berhutang ciuman?
Oww. lain kali aku bisa berhutang apa pun kepada siapa pun, tetapi aku tidak bisa berhutang apa pun kepada pria ini. Bisa mati aku! Dia benar-benar binatang buas.
Nando baru saja selesai bermain game ketika dia melihat sepupunya yang muram masuk. “Elan, ada apa?”
Tidak ada apa-apa.” Elan duduk di kursi dalam suasana hati yang kacau.
“Elan, Atelir Perhiasan Jewelia ini terlalu sederhana, tidak sesuai dengan identitasmu sama sekali. Kenapa kamu tidak kembali ke kantor Grup Prapanca saja?”
“Apa urusanmu?” Elan mendengus ringan.
Nando menatap Elan dengan pandangan kosong. Elan, apakah kamu benar tidak apa-apa? Siapa yang membuatmu menjadi sedemikian kacau?
*Apa hubunganmu dengan Tasya?” Elan bertanya tiba-tiba.
Kebahagiaan seketika melintas di mata Nando. “Yah… Kamu tahu! Aku menyukainya, dan aku sedang mengejarnya!”
Apakah kamu berhasil?” Elan bertanya lagi sambil melihat layar komputer dengan suara yang dalam.
“Akan segera berhasil.” Nando sangat yakin bahwa dia pasti akan segera mendapatkan hati Tasya jika dia terus meluncurkan serangkaian serangan romantis setiap hari.
“Lain kali, jangan mengirim bunga lagi kepadanya! itu akan mempengaruhi kinerjanya, dan itu juga akan membuat rekan-rekannya punya pendapat negatif tentang dirinya,” kata Elan.
Nando terkejut dalam hatinya. Bagaimana Elan bisa tahu dengan cepat tentang dia mengirim bunga? Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
“Elan, bantu aku! Bagaimana kalau kamu menggunakan kekuasaanmu sebagai atasannya untuk memberinya liburan dan aku akan membawanya pergi keluar untuk bersenang-senang? Atau, bagaimana kalau kamu memindahkan ruangannya di lantai yang sama dengan ruanganmu. Dengan begitu, aku akan merasa akan jauh lebih nyaman untuk berkencan dengannya,” Nando berbicara dengan senyum polos.
“Mustahil.” Elan mendengus dingin.
Kamu adalah bos besar! Kamu punya kuasa.” Nando menggertakkan giginya dan berusaha memohon.
Elan menatapnya dengan dingin. “Gunakan kemampuanmu sendiri untuk mendapatkannya. Jangan harap aku bantu kamu.”
“Kamu jahat sekali,” ujar Nando kesal dan meneruskan permainannya. Pada saat itu, sebuah panggilan masuk
di ponselnya, dan dia menjawab, “Halo!”
“Pak Nando, apakah Anda membuat reservasi di Restotan Candi?”
“Ya, benar. Restoran Candi.” Nando menegaskan dan menutup telepon.
Elan tiba-tiba dan tanpa basa-basi mengusirnya. “Jika kamu ingin bermain game, pergilah ke ruang tunggu sebelah. Jangan ganggu aku kerja.”
Nando dengan patuh bangkit dan pergi menuju ke ruang sebelah.
Kemudian, Elan membelai bibir tipis atasnya dengan jari-jarinya yang ramping. Ciuman di ruang rapat tadi masih melekat dalam pikirannya. Anehnya, sentuhan lembut itu membuatnya sangat menginginkan lebih.
Saat itu, Roy mengetuk pintu dan masuk. “Pak Elan, di mana Anda ingin makan siang hari ini?”
Bibir tipis Elan terbuka, dan dengan elegan dia menjawab, “Candi.”
“Baik, Pak. Saya akan segera memesan tempat untuk Anda.” Roy mundur dari ruangan.
Di ruangannya, Tasya masih kesal karena semua ide di kepalanya jadi hilang. Semua ini disebabkan oleh ciuman tiba-tiba yang dilakukan oleh Elan di ruang rapat. Ketika dia teringat bahwa pria ini telah mencium Helen sebelumnya, dia merasa tidak nyaman di hatinya. Hal semacam ini tidak boleh terjadi lagi!
Siang harinya, di Restoran Candi, Tasya dan Nando duduk di dekat jendela. Dia sangat lapar, sehingga dia langsung mengambil menu dan mulai memesan makanan. Pada saat itu, pelayan restoran mengantar dua tamu lagi.
Tasya melirik mereka dengan rasa ingin tahu, dan seketika, matanya yang indah melebar saat melihat sosok Elan dan asistennya, Roy datang.
Bagaimana mungkin bisa kebetulan?
Mengikuti arah pandangan mata Tasya, Nando juga terkejut. Kemudian, Roy dengan sopan menyapanya, “Pak Nando, selamat siang.”
“Kamu…? Kenapa kalian makan di sini juga? Mau gabung dengan kami?” Nando kemudian berdiri tegak dan berjalan menghampiri Elan dan Roy.
“Tidak perlu. Kami mau diskusi soal pekerjaan.” Elan menolak dan berjalan menuju meja yang sudah dipesan, tetapi dia memilih untuk duduk di tempat dimana dia bisa memandang wajah Tasya.
Nando juga sedang sibuk berusaha untuk menggapai cintanya, jadi dia segera kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Tasya, dia menatap menu sambil mengutuki nasib buruknya dalam hatinya. Sial, kenapa aku bisa ketemu Elan dimana-mana!
Tasya mengangkat kepalanya, dia tiba-tiba melirik Nando, kemudian tatapannya tertumbuk pada pria di meja seberang yang sedang memegang secangkir teh.
Menatapnya tanpa alasan, cahaya di mata Tasya menjadi dingin. Teringat apa yang sudah dilakukan oleh pria ini padanya di ruang rapat tadi, rasanya Tasya semakin marah.