Bad 1323
Bad 1323
Bab 1323 Konfrontasi
Mata Nina bergetar menatap Qiara. Memandangi perempuan itu berdiri di samping orang tuanya dan Nando, dia menangkap seakan ada lingkaran cahaya yang mengelilinginya. Dia tampak bersinar begitu rupa, yang sangat kontras dengan aura dirinya yang kelam dan hina.
Nina menyadari bahwa hidupnya dan hidup Qiara berada di dua titik ekstrim berbeda. Yang satu memiliki kehidupan yang cemerlang, sementara yang lain ditakdirkan hidup dalam sampah.
Mobil polisi melaju dengan Nina diapit di antara dua polisi di kursi belakang. Dia mengenakan pakaian karya perancang ternama dan kalung mahal menjuntai di lehernya, tetapi semua barang itu tampak seperti ejekan saat ini.
Tampilan mewahnya seperti lelucon. Segalanya tampak mencemooh musibah yang kini menimpanya. Dia merasa kesulitan karena diborgol, tetapi besi itu terasa menyakitkan saat menggesek kulitnya. Akhirnya, dia memejamkan mata dalam keputusasaan.
Kembali ke Kediaman Shailendra, semua jejak Nina sudah dimusnahkan dari dalam rumah. Kamar yang
dia gunakan telah dikosongkan dan semua barang miliknya telah dimusnahkan. Bahkan dinding kamar pun telah dicat ulang. Berkat Nina, Qiara menjalani tahun lalu dengan menghindari rumah ini sampai ingin melarikan diri. Namun sekarang, yang dia inginkan hanyalah menemani kedua orang tuanya melewati masa suram dalam hidup mereka.
Keluarga itu masih mengkhawatirkan putrinya yang hilang, dan Qiara juga berharap adiknya yang sejati dapat kembali lagi bersama mereka. Dia juga bersedia memberikan semua warisan keluarganya ke adik kandungnya ini.
Tetapi di mana sebenarnya dia berada sekarang? Akankah saya dapat bertemu lagi dengannya?
Kantor polisi.
Nina langsung diberi perintah untuk mengganti pakaiannya dengan seragam penjara sebelum polisi membacakan semua tindakan kriminal yang dilakukannya sepanjang tahun lalu.
yang This belongs © NôvelDra/ma.Org.
Saat berjalan melintasi koridor, Nina melihat Lies yang berada di dalam sel tahanan berbeda dan segera menghampirinya dengan membentak, “Lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadap saya, Lies! Ini semua salahmu!”
Lies juga sangat murka. Dia yakin ini semua kesalahan Nina sendiri. Nina sudah berhasil menjadi putri keluarga Shailendra sampai menjalani kehidupan nyaman dan mewah, tetapi justru berakhir seperti ini karena terlalu serakah dan sikapnya yang selalu menantang Qiara.
“Jalan terus!” bentak petugas pada Nina.
Akan tetapi, Nina tetap mencengkeram jeruji besi sambil memelototi Lies. “Kamu sudah menghancurkan kehidupan sempurna saya.”
Lies sudah lama menyerah, maka, dia bisa menerima masa depannya dengan tenang. Dia hanya memejamkan mata dan mengabaikan perkataan Nina.
Tubuh Nina gemetar karena marah. Dia memukul jeruji besi sambil berteriak, “Katakan sesuatu, Lies! Kenapa kamu diam saja? Apa yang kamu katakan dulu kepada saya?”
“Nina, saya sudah salah memilihmu. Saya tidak mengira keserakahanmu begitu besar. Rupanya tidak cukup bagimu menjadi putri bungsu Shailendra. Kamu terus menginginkan lebih dan lebih untuk dirimu sendiri. Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri!” balas Lies.
Nina sangat marah tetapi Lies tidak berniat menenangkannya. Setelah Nina dibawa polisi, Lies. dikeluarkan dari sel. Seseorang meminta untuk bertemu dengannya.
Lies tidak tahu siapa orang itu, tetapi saat melihat Maggy duduk di sisi lain di balik sekat, dia langsung tertunduk malu.
“Lies, selama bertahun–tahun pertemanan kita, saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyinggungmu. Saya selalu menganggapmu sebagai teman, tetapi kamu justru melakukan hal hina pada saya. Kamu tahu betul kepedihan yang saya rasakan karena kehilangan putri bungsu. Mengapa kamu tega menggunakan identitasnya untuk merampas harta saya?” mata Maggy penuh kegetiran dan dendam saat menatap tajam Lies.
Lies terus menunduk lalu menghela napas. “Kamu bisa menumpahkan kesalahan ini pada takdir, juga pada saya. Saya tidak beruntung seperti kamu. Kamu menikahi seorang laki–laki yang baik, yang sangat menyayangimu. Saya tidak memiliki suami ataupun putra yang baik. Saya iri kepadamu, dan ingin melunasi hutang putra saya.”
Air mata menggenang di kedua mata Maggy. “Bukankah saya sudah bersikap cukup baik padamu?”
“Saya tahu apa yang saya lakukan ini salah. Saya juga menyesalinya, tetapi tidak memiliki pilihan lain. Anak saya berhutang sangat banyak. Saya harus melunasinya. Jika tidak, orang–orang yang dia hutangi akan membunuhnya saat dia keluar penjara.” Lies memejamkan matanya dan air mata mengalir di pipinya.
Maggy membuka mulut hendak bicara, tetapi pada akhirnya, dia memilih untuk tidak mengatakan apa– apa dan berlalu dari tempat itu.
“Maafkan saya, Maggy,” Lies menjerit dalam suara parau sambil membenamkan wajah ke kedua telapak tangannya. “Saya sudah menyakiti kamu, keluargamu, dan juga putrimu. Maukah kamu
memaafkan saya?”