Ruang Untukmu

Bab 1226



Bab 1226

Bab 1226 Qiara Melawan Balik

“Sudah cukup lama saya mengalah dan mengizinkanmu memiliki semua yang kamu inginkan. Mulai sekarang, saya tidak akan mengalah lagi. Semua yang menjadi milikmu adalah milikmu dan apa pun milik saya adalah milik saya. Jangan pernah berpikir untuk menyentuh milik saya, apalagi merampasnya dari saya.” Qiara menatap Bianca dengan tajam.

Bianca menggigit bibir dan mencibir. “Bukankah itu hanya sepasang anting yang sudah usang? Apa yang membuatmu berpikir kalau saya menginginkannya?” Kemudian dia menaiki tangga.

Qiara mengikutinya ke lantai tiga, mendengar Bianca membuka pintu dan berjalan menuju kotak perhiasannya. Dia mengeluarkan empat pasang anting dan melemparnya ke atas sofa. “Silakan! Kamu bisa ambil kembali.”

Kesal, Qiara mencengkeram tangannya. “Pungut anting–anting itu dan berikan kepada saya.”

Bianca mematung sesaat sebelum mencibir. “Kamu pikir saya akan menuruti perintahmu?! Anting– anting itu ada di sana. Kamu bisa memungunya sendiri!”

Mata Qiara menyorot dingin. “Karena kamu selalu mengatakan bahwa saya adalah kakakmu, maka saya harus melakukan tugas sebagai kakakmu dan mengajari kamu sopan–santun. Mulai sekarang, rumah ini bukanlah tempat kamu bisa bermain menunjukkan kebodohanmu dan bertingkah seperti putri yang manja.”

Namun, Bianca tampak terus melawan Qiara. “Kamu? Mengajari saya sopan–santun? Konyol sekali. Apa yang membuatmu berpikir bahwa-”

Qiara meraih pergelangan tangan Bianca dan mendorongnya hingga terjatuh ke lantai. Sebagai orang yang berlatih Taekwondo sebelumnya, cukup mudah bagi Qiara untuk menjepit Bianca di lantai denganCcontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.

menekankan lututnya pada leher perempuan tak tahu aturan ini. Dia menekan lengan Bianca ke lantai dan memperingatinya dengan ketus, “Bianca Shailendra, sebaiknya kamu jangan mencari masalah dengan saya, atau, saya tidak keberatan mengusirmu dari rumah dan menyuruhmu kembali ke rumah orang tua angkatmu.

“Kenapa, kamu… Qiara Shailendra, saya akan memberitahu Ibu dan Ayah mengenai ini! Saya akan memberitahu mereka kalau kamu tidak ingin saya ada di sini dan membenci saya karena saya kembali ke rumah ini!” ujar Bianca kesakitan saat berusaha mendorong Qiara.

Akan tetapi, Qiara tidak bergerak dan terus menahan Bianca dengan lututnya. “Jika ingin orang lain menyukaimu dan tidak ingin orang lain membencimu, maka kamu harus belajar bagaimana bersikap layaknya manusia yang baik!”

Kekuatan Qiara hampir mencekik Bianca. Wajah dan lehernya berubah memerah saat menjerit, “Saya tidak bisa bernapas! Lepaskan saya!”

Kemudian, Anika naik ke lantai atas membawakan buah untuk mereka, dan seketika terperanjat saat melihat keduanya tengah berkelahi.

“Tidak seharusnya Nona Qiara melakukan hal ini! teriak Anika dengan cemas.

“Jangan mendekat, Nyonya Prakoso. Sebagian orang memang pantas diajari pelajaran,” ucap Qiara pada Anika.

Anika segera turun ke lantai bawah. Sementara itu, Bianca sangat kesakitan sampai wajahnya pucat pasi. “Saya bisa mati, Qiara.”

Qiara akhirnya melepaskannya, dan Bianca bernapas tersengal–sengal dan kebencian di matanya. semakin menyala–nyala. “Qiara, akan saya ingat hari ini. Mulai sekarang, hanya salah satu dari kita yang akan tinggal di rumah ini. Lihat saja. Siapa yang pertama kali akan meninggalkan keluarga ini.”

Sejujurnya, Qiara sedih mendengar ucapan itu keluar dari mulut Bianca. Dia sangat merindukan hubungan yang hangat penuh kasih–sayang dengan saudara perempuannya dan tidak menginginkan adik yang selalu melawannya. Dia sangat berharap keluarganya dapat hidup rukun dan harmonis.

Namun, semua hal yang dilakukan Bianca sejauh ini selalu membuat Qiara geram. Semua yang dilakukannya hanyalah mengadukan keluh–kesah pada orang tua atau memfitnahnya dan berpura– pura menderita untuk menarik simpati mereka. Bianca menggunakan segala cara untuk menyakiti Qiara. Malam itu, Bianca menangis tersedu–sedu dan mengadu pada Biantara dan Maggy tentang Qiara yang merundungnya sore tadi.

“Ayah, pasti Ayah tidak bisa membayangkan betapa ketakutannya saya saat dia menekan leher saya dengan lututnya. Saya hampir kehabisan napas!”

“Apakah ada buktinya? Apakah ada saksi mata?” dengan tenang Qiara menyantap makanan. “Tolong sertakan bukti sebelum menuduh saya yang tidak–tidak.”

Bianca terdiam karena terkejut. Ini pertama kalinya Qiara bersikap tunduk pada kebohongan. Bianca kemudian menunjuk seseorang dan berkata, “Dia melihatnya! Dia bisa menjadi saksi

mata.”

Anika membawa salad buah ke atas meja. Dia berdiri kaku saat Bianca menyuruhnya datang menghampiri. “Cepat kemari! Kamu saksi mata şaya. Kamu melihat Qiara menekan leher saya dengan lututnya sore tadi, bukan?

“Saya tidak melihat kejadian itu, Nona Bianca.” Anika menggeleng.

Wajah Bianca memerah saat memelototi Anika dengan penuh amarah. Sorot matanya seolah berkata, Oh begitu. Saya tidak akan melupakan hal ini

Namun, Qiara tidak ingin melibatkan Anika ke dalam masalah ini, jadi segera berbalik dan berkata, “Ibu, Ayah, siang tadi saya bicara pada Bianca. Dia mengambil anting–anting saya tanpa izin jadi saya mengatakan padanya bahwa mengambil milik orang lain tanpa izin sama saja dengan mencuri. Saya hanya mencoba menolongnya untuk menjadi manusia yang baik dan tahu

sopan–santun.”

Biantara mengangguk setuju saat mendengarnya dan berbalik ke Bianca. “Bianca, Qiara melakukan hal yang benar kali ini. Untuk selanjutnya, kamu harus meminta izin kakakmu lebih dulu sebelum mengambil barang miliknya.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.