Bab 1167
Bab 1167
Bab 1167 Serangan Balik
Bukankah dia seharusnya menghitung sampai tiga?! Kenapa dia justru memulainya dengan angka tiga? Dia bahkan tidak punya kesempatan untuk mengatakan tidak! Jika dia ingin memberikannya kesempatan, dia harus melakukannya dengan baik! Content © NôvelDrama.Org 2024.
Ugh. Kenapa dia buas sekali?
“Kita tidak boleh… Rendra, lukamu bisa terbuka. Apa kamu ingin membunuh dirimu sendiri?” ucap Raisa sambil mencoba mendorongnya lagi.
Namun, sesuatu sepertinya sedang mengendalikan pikiran Rendra saat ini. Dia seolah tidak bisa merasakan rasa sakit yang dideritanya dan hanya membiarkan insting utamanyanya untuk ambil kendali.
Raisa berada tepat di depannya. Dia tidak bisa merasakan apapun dan dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia terlalu cantik.
Sementara itu, Raisa mendumel sendiri. Apa dia tidak bisa menunggu sedikit lebih lama lagi? Kenapa dia harus melakukannya sekarang?
“Raisa… Saya tidak mau menunggu lebih lama lagi. Sekarang… saya ingin kamu menjadi milik saya sekarang, dia memohon dan membujuknya seolah–olah dirinya bukan lagi pria yang terhormat dan terpelajar. Yang tersisa hanyalah keinginannya saja.
Tiba–tiba, mata Raisa melihat darah yang mengalir dari punggung menuju pinggangnya.
“Kamu berdarah…” seru Raisa. Dia mendorongnya dan segera memeriksa punggungnya. Sesuai perkiraan, dia melihat lukanya mengeluarkan darah lewat perban yang dipakainya.
“Saya akan langsung menghubungi Dokter Saka.” Raisa bergegas pergi ke kamarnya untuk mencari ponselnya dan segera menghubungi dokter itu.
Saka segera datang bersama seorang perawat hanya dalam waktu lima belas menit. Dia melihat Rendra sedang duduk di pinggir ranjang dalam balutan jubah mandi, namun tatapan matanya terlihat tajam. Dia tidak mendapatkan pelepasan yang dia inginkan, dan itu semakin membuat dirinya kehilangan kendali.
Perawat segera membersihkan lukanya, sementara Saka memberinya obat pereda nyeri. Raisa, yang melihatnya dari samping dengan jatung yang berdetak kencang, memerah malu saat dia akhirnya menyadari apa yang terjadi.
Saka menatap Rendra tidak percaya. “Apa kamu tidak mengetahui bagaimana kondisimu sekarang? Kenapa kamu malah meminum obat seperti itu? Obat–obatan itu tidak akan membantumu di saat–saat seperti ini.”
Rendra merasa kebingungan. “Apa yang saya minum?”
“Memangnya apalagi menurutmu? Afrodisiak, tentu saja! Dosisnya pasti juga sangat tinggi. Jelas- jelas kamu meminumnya terlalu banyak.” Saka mengurut kepalanya.
Otak Rendra mulai berputar. Dia segera mengingat sup yang dibuatkan ibunya untuknya hari ini.
Dia bahkan memaksanya untuk meminum tiga mangkuk sup itu. Oke, dia akhirnya menyadari apa yang ada di dalam sup ibunya itu.
Rendra hanya bisa terkekeh getir. Lagipula apa yang dikhawatirkan ibunya? Apa dia sangat tidak percaya pada putranya? Campur tangannya justru malah berbalik menyerangnya.
“Tapi dia tidak meminum apapun,” ucap Raisa di sebelahnya.
“Ibu saya datang dan membuatkan sup untuk saya. Saya tidak tahu apa yang ada di dalamnya, tapi saya meminum tiga mangkuk sup itu,” tambah Rendra.
Saka terdiam. Tebakannya ternyata salah–justru campur–tangan Sherin–lah yang mengakibatkan kekacauan ini!
“Makanlah sup ayam atau yang lainnya lain kali! Kamu sebaiknya tidak meminum apapun dengan semua yang ditambahkan ke dalamnya,” Saka menghela nafas. Dia menatap luka Rendra yang berdarah dan berkata, “Kelihatannya kamu harus istirahat total di atas ranjang beberapa hari lebih lama.”
Rendra memberikan tatapan muram ke arah Saka sementara Raisa akhirnya memahami semuanya. Dia menggigit bibirnya sambil membatin, Jadi alasan kenapa dia bertingkah seperti sedang kehilangan akalnya tadi adalah karena sup itu?
Duh! Sherin juga tidak bisa disalahkan atas hal itu. Dia tidak tahu kalau pria itu sedang terluka.
Beruntungnya, lukanya hanya berdarah sedikit dan tidak memperparah kondisinya.
Rendra juga menjadi lebih tenang setelah diberikan obat pereda nyeri. Saka kemudian pergi setelah memberikan beberapa instruksi. Begitu mereka pergi, Rendra duduk di ranjangnya dan mencium pipi Raisa. “Apa saya membuatmu takut tadi?”
Apa dia boleh berkata iya? Dia mendongak ke arahnya dan mengerutkan bibirnya. “Kamu sangat buas! Kamu bilang akan menghitung sampai tiga, tapi kamu justru langsung melompat ke angka tiga! Saya bahkan tidak punya kesempatan untuk berkata tidak.”
“Oke, oke. Saya tidak akan menggodamu seperti itu lain kali.” Rendra menggenggam tangannya. Meskipun dia jauh lebih tenang sekarang, jauh di dalam dirinya, hasrat yang dirasakannya masih tetap
kuat.