Bab 247
Bab 247
Lewis mengobrol dengan Selena tentang kondisi terkini. Selena selalu merasa bersalah. Dia sudah mengasingkan Lewis hanya karena perkataan Harvey.
Suara Lewis tetap terdengar hangat seperti biasanya. Dia sudah beradaptasi sepenuhnya dengan lingkungan baru setelah belajar di luar negeri.
Akhir—akhir ini Lewis mendapatkan pacar dengan kepribadian yang sangat baik. Dalam beberapa tahun, dia akan kembali pulang. Jadi, kuliah lanjutannya kali ini
tidaklah buruk.
Lewis mengatur pemeriksaan perut untuk Selena besok.
“Selena, kamu bisa jalan ke luar dan menjalani kehidupan yang baru. Aku benar- benar bahagia untukmu.”
“Kak Lewis, aku akan menjalani kehidupan yang baik. Entah itu sehari atau sebulan. Aku selalu berharap untuk menyambut hari esok.”
Di telepon terdengar suara wanita yang manis dari telepon, “Kak, aku baru saja mengacau lagi...”
Selena tersenyum dan menyelesaikan teleponnya, “Pergilah, Kak.”
Malam ini Selena jarang bersantai dan mandi air hangat.
Selena juga menuangkan segelas anggur untuk dirinya sendiri. Dia berdiri di dekat teras, mendengarkan angin laut, dan mengangkat gelasnya.
Selena berteriak ke laut, “Selena, kamu harus tetap hidup dengan baik!”
Keesokan paginya, dia mengambil cuti. Dia berganti pakaian putih sederhana dan mengajak Olga untuk pergi ke kampus mereka dulu.
Beberapa tahun berlalu, sudah banyak yang berubah di sekitar sekampus dengan. penambahan beberapa toko dan bangunan.
Angin pagi mengganggu kunci kuda gadis itu. Dedaunan hijau baru bertunang, burung—burung berkicau, dan melebarkan sayapnya melintasi langit biru di atas kepala mereka.
Tungku yang menjual ubi celembu di pinggir jalan mengeluarkan asap tipis dan udara dipenuhi aroma roti yang baru selesai dipanggang.
Cahaya matahari menari-nari di wajah cerah Selena. Semuanya tampak baik—baik saja dan memungkinkan bagi Selena untuk mencintai dunia yang hancur ini sekali
lagi.
Olga tak henti-hentinya mengoceh di telinga Selena, membicarakan kisah—kisah. menarik di masa lalu dan sesekali menyebutkan satu atau dua peristiwa yang berkaitan dengan Zacky. Wajah kecewa Olga masih terlihat.
Selena menepuk bahu Olga dan berkata, “Olga...”
Selena langsung mengangkat senyumannya sembari berkata, “Nggak apa—apa. Aku nggak serapuh yang kamu bayangkan. Akhir—akhir ini, aku sibuk. Sibuk menandatangani kontrak, beradaptasi di perusahaan baru, membangun relasi dengan rekan kerja, dan membuat diriku menjadi lebih baik lagi.”
“Awalnya kupikir aku akan sangat sedih, tapi kesedihan ini sudah lama terhapus dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan hal-hal sepele. Bahkan hal yang pernah kupikir nggak akan pernah kulupakan seumur hidupku, sudah memudar di hari-hari yang tak pernah kulupakan.”
Olga meraih tangan Selena dan berkata, “Selena, aku yakin kamu juga bisa berdiri. Berikan dirimu sedikit waktu. Kamu pantas mendapatkan yang terbaik dari segalanya.”
“Ya, aku juga yakin.”
Selena berjalan ke toko bunga terdekat dan membeli dua karangan bunga. Satu karangan bunga diserahkan pada Olga, lalu dua karangan bunga yang cantik bertabrakan di udara.
“Untuk kehidupan kita yang indah.”Content protected by Nôv/el(D)rama.Org.
Setelah melakukan pemeriksaan dokter yang diatur oleh Lewis, Selena pulang dan menaruh bunga segar ke dalam vas bunga.
Selena tersenyum melihat karangan bunga yang cantik.
214
Sejak saat itu, Selena memberikan dirinya bunga dan merasakan kebebasan.
Butuh waktu 28 jam untuk hasilnya bisa keluar. Selena tidur nyenyak malam itu. Dalam mimpinya, tidak ada lagi lautan gelap yang menyelimutinya.
Selena melihat seorang anak di semak bunga, menghadap ke arahnya, meletakkan. mahkota bunga ke atas kepalanya.
“Ibu harus bahagia, ya.”
Selena memeluk anak itu, tetapi dia menatap mata besar Harvest.
Tiba—tiba mimpi itu berakhir dan Selena melihat sinar matahari di luar jendela sambil tersenyum tak berdaya. Bagaimana dia bisa memimpikan anak itu lagi?
Selena menarik tirai sepenuhnya, lalu mengulurkan jemarinya untuk menyentuh
cahaya yang masuk.
Ternyata hatimu sangat hangat. Matahari pun hangat.
Selena bersiap untuk pergi ke kantor dan memulai perjalanan baru.
Di ruang lobi perusahaan, Selena melihat Harvey yang dikelilingi banyak orang. Agak kontras dengan dirinya yang sendirian.
Selena sama seperti karyawan lainnya. Dia memberi hormat pada Harvey dengan berkata, “Tuan Harvey.”
Harvey hanya mengangguk, lalu memalingkan pandangannya dan melewati Selena tanpa ekspresi.
Seolah—olah mereka berdua tak saling mengenal.
Selena berjalan menuju lift biasa yang sesak, sementara Harvey berjalan menuju lift eksklusif.
Ibarat garis sejajar yang tak pernah bisa bertemu. Itulah hubungan yang seharusnya Selena jalin.
Saat ini, Selena baru menyadari, ternyata kata—kata paling kejam di dunia ini bukanlah kata “maaf’ maupun “aku membencimu", melainkan “kita tak akan pernah bisa kembali lagi“. T
Selena menekan tombol menutup pintu dan mengisolasikan sosok Harvey dari luar
selamanya.